Kamis, 24 Mei 2012

Mampir Ngombe

Hidup di dunia ini hanya sekedar “mampir ngombe” demikian ungkapan dalam bahasa Jawa yang sering kita dengar. Kalimat yang menggambarkan bahwa hidup di dunia ini demikian kecil dan sementaranya, dibandingkan dengan kekekalan. Dalam suatu perjalanan panjang, mampir ngombe itu hanyalah secuil fragmen dari perjalanan itu sendiri. Kalaulah benar demikian, perjalanan hidup di dalam dunia ini menjadi demikian tidak berarti.

Tidak heran pengkhotbah mengatakan “Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” (Pkh 1:14) . Yah, itu semua karena “untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya” (Pkh 3:1). Segala sesuatu yang dikejar manusia di dunia ini akan berakhir dengan kesia-siaan, tak lain karena segala sesuatu yang ada itu semuanya sementara, ada waktunya … sekedar pelepas dahaga, bukan keseluruhan perjalanan panjang menuju kekekalan.

Ayub mengatakan "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21). Kebijaksanaan hidup kita adalah saat bisa menjadi seperti Ayub, yang menyadari dirinya sekedar mampir ngombe, dan diberi kesempatan melepas dahaga didalam dunia ini. Ayub memiliki kemampuan untuk mengingat bahwa dia tidak memiliki hak atas apapun, termasuk atas dirinya sendiri. Ayub mengerti bahwa segala sesuatu milik Tuhan, sehingga adalah hak-Nya untuk memberi dan mengambil. Saat kita hidup dengan cara demikian, inilah hidup dalam ucapan syukur yang sesungguhnya. Kita mengucap syukur karena diberi kesempatan untuk mampir, dan menikmati apa diijinkan-Nya untuk dipercayakan pada kita. Apa yang kini ada pada kita, apa yang sudah diminta-Nya kembali, bahkan apa yang masih menjadi rencana Tuhan untuk terjadi dalam hidup kita, itu semua adalah milik-Nya. Dia-lah yang semestinya bertakhta diatas semuanya itu. 

Dengan demikian, semestinya kita lebih berorientasi pada seluruh perjalanan menuju kekekalan itu. Hidup di dunia yang sementara ini kita diberi kesempatan untuk “mampir ngombe”, melepas dahaga sebagai bekal untuk melanjutkan perjalanan panjang menuju kekekalan. Karena itu, berhati-hatilah dengan apa yang kita minum. Salah minum bisa fatal akibatnya. Ingatlah pada pribadi yang mengatakan ini "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yoh 4:13-14).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar