Senin, 22 April 2013

Kartini dan Kebayanya




Presiden Soekarno yang mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. (wikipaedia)

Kepahlawanan Raden Ajeng Kartini, sekalipun masih menimbulkan kontroversi di beberapa kalangan, namun saat ini secara umum hari Kartini masih juga dirayakan. Kegiatan yang pada umumnya dapat dengan mudah ditemukan dalam rangka peringatan hari Kartini, adalah kesetaraan gender, dengan mengangkat tema emansipasi, namun diwujudkan dengan dandanan cantik berkebaya. Pendek kata, hari Kartini adalah hari istimewa para wanita; yang dewasa berkebaya cantik ala Kartini, yang kecil pun berlenggok di atas catwalk bertemakan kebaya dan batik. Tentu melestarikan kebudayaan adalah hal yang sangat baik, namun bukankah bukan itu konteks hari Kartini ?

Kartini dijadikan pahlawan nasional tentu bukan karena kebayanya. Kartini dijadikan pahlawan Nasional karena pemikiran dan tindakannya. Barangkali gagasan Kartini hari ini adalah hal yang biasa, namun pada masanya sangatlah kontroversial. Kartini adalah figur wanita cerdas dan kritis. Karenanya sekalipun merelakan pendidikan formal nya terputus karena budaya pada masanya memang demikian, semangat belajar Kartini tidaklah pupus. Kartini melanjutkan belajarnya dengan membaca surat kabar dan berkorespondensi dengan sahabat Belandanya. Barangkali persinggungan antara permikiran Barat dengan semangat belajar Kartini pada akhirnya membuatnya kritis terhadap segala hal : tentang lingkungan budaya Jawa di mana dia hidup, tentang hasratnya untuk bersekolah di negeri Belanda, tentang cita-citanya agar kaum wanita mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Menghayati kepahlawanan Kartini adalah mencoba menyelami hasrat yang mendalam untuk maju, niat yang kuat untuk meraih cita-cita. Kartini dengan pemikiran dan cita-citanya semestinya menjadi inspirasi, bukan hanya bagi kaum wanita, namun juga bagi bangsa yang sedang merindukan banyak hal, yang masih berkutat dengan berbagai macam persoalan ini. Semoga dalam konteks ini kita tidak hanya cukup puas nyaman menjadi penonton dan membicarakan, namun juga mau mengambil hikmah darinya agar tidak tenggelam dalam wacana yang tak berkesudahan.

Kartini bukan sekedar kebaya dan sanggulnya. Kalau inspirasi Kartini diwujudkan hanya dengan mengenakan kembali sanggul dan kebaya Kartini saja, rasanya kita ini masih sekedar menjadi fans Kartini, tidak lebih dari si kecil yang menari berkostum K-Pop setelah menonton tarian gadis-gadis Korea di TV. Memperingati hari Kartini adalah mengingat semangat Kartini untuk menjadikan dirinya lebih baik, lebih bermakna bagi orang lain, dan yang paling penting bertindak untuk memperjuangkannya. Dengan demikian, berbicara tentang Kartini seharusnya bukan lagi berbicara masalah gender semata, namun mengenai semangat Kartini yang dapat menjadi milik semua orang. Kalau hari ini banyak wanita pintar, berpendidikan tinggi dan sukses, itulah hasil dari penghayatan semangat Kartini dari generasi terdahulu. Kartini telah pergi, tapi semangatnya tetap hidup dan menjadi inspirasi.

Selamat Hari Kartini !