Jumat, 28 September 2012

KEMURAHAN DAN KEBAIKAN HATI



Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. (Kolose 3:12)

Kemurahan dan kebaikan, adalah dua kata yang muncul dalam 9 buah Roh. Dengan demikian, salah satu dasar dari kemurahan hati manusia, dan setiap kebaikan manusia harus kita sadari berasal dari karya Roh Kudus di dalam hati kita. Sebagai manusia berdosa, kita telah mengalami kemurahan hati Tuhan, yang mengembalikan harkat manusia sebagai ciptaan yang sungguh amat baik, berkenan di hadapan Allah, melalui kasih karunia keselamatan kita. Disebut kasih karunia karena kita menerima apa yang seharusnya bukan menjadi bagian kita, apa yang seharusnya tidak layak kita terima, apa yang tak mungkin dapat dicapai dengan kekuatan manusia. Dengan begitu karena kemurahan Allah kita dimampukan untuk dapat menjadi murah hati karena karya Roh Kudus. Karena kebaikan Allah yang kita alami, melalui karya Roh Kudus pula kita dimampukan untuk mampu mendatangkan kebaikan bagi sesama.

Kemurahan pada umumnya diartikan sebagai tindakan yang penuh kasih. Hati yang digerakkan oleh belas kasihan untuk dapat memberi dan berbagi pada sesama. Karena kemurahan semata-mata didasari oleh kasih, kemurahan tidak menuntut balasan. Belas kasih tanpa pamrih, itulah yang diajarkan oleh Allah kepada kita, melalui kasih karunia-Nya yang besar bagi kita. Kebaikan berbicara tentang budi pekerti yang baik, namun tidak hanya hal yang baik dirasakan oleh orang lain namun mengandung unsur kasih, ketulusan dan kebenaran. Dengan demikian, Allah yang baik karena Dia sempurna, melalui perbuatan dan karya-Nya adalah juga demi mendatangkan kebaikan bagi dunia.

Dengan demikian, kemurahan dan kebaikan hati, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kasih Allah dan karya Roh Kudus memampukan kita berbuah kemurahan hati  sama seperti Allah yang telah bermurah hati kepada kita. Kemurahan Allah mendorong kita untuk memiliki kemurahan hati yang penuh belas kasih pada sesama. Kemurahan itu akan dapat dirasakan melalui segala perbuatan baik yang kita lakukan. Tentu saja, setiap kebaikan yang kita lakukan adalah bukan sekedar segala hal yang baik di mata manusia, namun juga dilandasi oleh kasih kepada sesama, ketaatan pada ketetapan dan hukum Allah, kehendak dan perkenan Allah, sehingga pada akhirnya setiap perbuatan kita mencerminkan kebaikan Allah, dan melaluinya Allah sumber segala kebaikan dapat dimuliakan tinggi. 

Marilah kita mau menyatakan karya Roh Kudus dengan hidup berbuah kemurahan dan kebaikan agar kemurahan dan kebaikan Allah dirasakan oleh sesama kita dan dengan demikian Allah semakin dipermuliakan.

Kamis, 20 September 2012

DAMAI SEJAHTERA


Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. (Filipi 4:7)

Hidup dalam damai sejahtera adalah dambaan setiap orang. Damai sejahtera atau shalom, seringkali dilukiskan sebagai situasi yang penuh dengan damai, tidak ada persoalan, keselarasan, dan kemapanan. Namun menjadi pertanyaan kita, kapan dan di manakah damai sejahtera dapat muncul dan kita rasakan di tengah dunia yang berdosa dan penuh ketidakadilan?

Sejak semula dunia dengan segala isinya termasuk manusia diciptakan dalam damai sejahtera, untuk mengalami damai sejahtera di taman Eden. Allah melihat semua ciptaan-Nya itu sungguh amat baik, dalam suatu harmoni di mana manusia dipercaya sebagai pengelolanya. Namun  damai sejahtera itu menjadi rusak, saat manusia terpisah dari Allah karena kejatuhannnya ke dalam dosa. Adam dan Hawa menjadi kehilangan damai sejahtera dan saling menuding. Manusia kehilangan damai sejahtera karena menjadi takut atas kesalahannya, dan akhirnya terpisah dari Allah. Keselarasan manusia dengan alam pun menjadi rusak, sehingga manusia harus berpeluh untuk mendapatkan makanannya.

Karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka tidak ada lagi damai sejahtera. Namun Allah yang penuh kasih, mengutus sang Raja Damai, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita. Karena anugerah keselamatan dari sang Raja Damai, manusia dapat memperoleh kembali damai sejahteranya, yaitu saat dapat kembali dipersatukan dengan Allah. Dengan demikian, damai sejahtera yang sejati diperoleh bukan sekedar mengenal Kristus sang Raja Damai, namun lebih jauh lagi damai sejahtera itu menjadi nyata dalam kehidupan saat kita menyatu dengan Kristus.

Agar dapat bersatu dengan Kristus, kita perlu merespon anugrah keselamatan yang Allah telah berikan oleh Allah karena iman kita, yaitu damai sejahtera surgawi, yang bersumber dari Allah sendiri. Selanjutnya kita berpindah dari hidup yang gelap karena dosa, menuju hidup dalam damai sejahtera Allah yang memperoleh bimbingan dari Roh Kudus. Dengan menerima dan merespon damai sejahtera surgawi itulah hidup kita diharapkan semakin sempurna menuju keserupaan dengan Kristus, dan mampu menghadirkan damai sejahtera bagi dunia yang gelap ini. Dengan demikian, janganlah takut hidup di dunia ini, namun hiduplah menghadirkan damai sejahtera, karena damai sejahtera-Nya memelihara kita. Ingatlah pesan rasul Paulus ini : Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. (Filipi 4:7)

Shalom !

KESABARAN DALAM SEGALA HAL



"Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,
dan bertekunlah dalam doa!"  (Roma 12:12)

Dalam hidup sehari-hari, kita sering mengucapkan atau mendengar kata “sabar”. Kesabaran, seringkali dikonotasikan dengan beberapa keadaan. Sabar bisa berarti menjaga emosi, tidak mudah marah, tidak terburu nafsu dalam menghadapi segala situasi. Sabar juga dapat berarti kehidupan yang tabah menghadapi segala macam persoalan yang menimpa. Sekalipun berat, namun tetap kuat menjalaninya. Kesabaran menuntut seseorang untuk tangguh menghadapi tantangan dan persoalan yang sebenarnya tidak diinginkan terjadi.

Dalam iman kita, kesabaran adalah salah satu dari buah Roh, mencerminkan salah satu buah kehidupan yang seturut dengan kehendak Bapa. Tentu ini bukan berarti karena kehidupan kita telah terlepas dari segala macam persoalan, tapi justru dengan hidup bersandar kepada Tuhan, kita dapat memandang persoalan hidup ini dengan cara yang berbeda. Itulah cara Tuhan membentuk kita, Dia mengerti persoalan hidup kita, dan memampukan kita untuk mengadapinya.

Dalam surat Roma 12:12, Rasul Paulus memberikan nasihat mengenai kesabaran. Yang menarik adalah, kesabaran itu selalu terkait dengan pengharapan dan doa. Dengan demikian, pada waktu Rasul Paulus meminta jemaat untuk selalu bersabar dalam kesesakan, itu bukan berarti menahan penderitaan semata, namun kita bersabar karena sabar itu berdampingan dengan doa, di mana kita dapat membawa segala persoalan kita dalam penyerahan diri kepada Tuhan, dan Dia yang akan memberikan kekuatan. Kita bersabar dalam menghadapi segala persoalan hidup di dunia ini, juga karena sebagai orang percaya kita memiliki pengharapan, yaitu akan tiba waktunya Kristus datang kembali ke dunia ini dan membawa umat yang berkenan dihadapan-Nya masuk ke dalam Kerajaan Surga yang mulia. Untuk sebuah pengharapan yang demikian mulia, apalah arti persoalan hidup kita di dunia ini ?

Karena itu, marilah kita hidup dalam kesabaran, karena Tuhan selalu memberi kekuatan dan menopang saat kita jatuh, untuk menjalani dinamika hidup selama penantian akan pengharapan kita untuk masuk dalam kehidupan kekal.

Jumat, 07 September 2012

SUKACITA DALAM SEGALA HAL


SUKACITA DALAM SEGALA HAL

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)

Bagaimana pada umumnya orang menggambarkan tentang sukacita ? Kebanyakan akan menghubungkan sukacita dengan perasaan senang, karena apa yang sedang dialami membawa dampak yang  positif. Barangkali sukacita karena mendapatkan hadiah, sukacita karena lulus ujian, sukacita dalam suatu keberhasilan, atau sukacita karena merasa dicintai. Tentu tidak salah, karena sukacita, senang, bahagia, memiliki kedekatan makna. Namun bagaimana kalau kemudian sukacita itu dihubungkan dengan hal-hal  seperti penjara, kekurangan, kehilangan, atau bahkan dalam situasi-situasi yang menurut banyak orang adalah penderitaan dan kerasnya hidup? Mungkinkah?

Sukacita dalam gambaran di atas, adalah sukacita yang bersandar pada perasaan kita yang merespon peristiwa yang terjadi pada kita, terjadi di sekitar kita dan berdampak pada kita. Namun bila sukacita itu berhenti sampai di situ saja, maka sukacita itu akan sangat mudah berubah menjadi dukacita, karena perasaan kita tertuju pada diri dan apa yang ada disekitar kita. Sukacita yang demikian, bukanlah sukacita yang sejati. Surat Filipi, di mana kalimat “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”  ditulis,  dalam pandangan manusiawi kita barangkali akan tampak sangat ironis. Judul-judul perikopnya berbicara tentang sukacita dan ucapan syukur, namun sejatinya ditulis dari dalam penjara. Tentu kita jadi bertanya-tanya, sukacita semacam apakah yang dialami Paulus, dan oleh pengalaman itu Paulus dapat menguatkan jemaat Filipi ?

Sukacita yang sejati, bukanlah sekedar kesenangan, atau sekedar perasaan positif kita terhadap sesuatu. Sukacita sejati memiliki dimensi rohani, yaitu mindset yang dinaungi oleh iman dan pengharapan akan Kristus. Sukacita yang sejati tidak tergantung pada situasi apa yang kita hadapi, namun berorientasi surgawi, yaitu sukacita yang tertuju kepada Kristus, mengucap syukur karena Kristus, hidup bagi Kristus, dan melakukan apa yang Kristus kehendaki untuk kita kerjakan. Di bagian lain Paulus menegaskannya demikian : Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. (Filipi 3:7-8a)

 Hidup yang bersukacita adalah hidup bagi kemuliaan Kristus, dan memancarkan kemuliaan-Nya. Saat hidup kita tertuju pada Kristus dan Dia tinggal di dalam kita, maka sukacita yang meluap dari dalam diri kita bukan lagi bersandar pada apa yang fana, namun pada kekekalan. Kita sudah mendapatkan sukacita karena iman kepada Kristus yang akan membawa kita pada hidup kekal, jadi sukacita apa lagi yang dapat melebihinya ?

Karena itu, bersukacitalah senantiasa dalam segala hal !