Selasa, 06 November 2012

SEPATU AJAIB PAPA



Ada yang dulu menurutku sangat berkesan dari sepatu kulit Papa. Sepatu itu sebenarnya biasa saja. Sepatu kulit warna hitam, dengan hak keras sekitar 3 cm, sehingga terdengar suaranya yang khas  waktu Papa mengenakannya. Papa sangat menyayangi sepatu itu, sering kulihat dia melapisinya dengan semir hitam pekat, dan dilapnya hingga mengkilap.  Hal yang membuat sepatu itu berkesan adalah, sepatu itu sepertinya adalah satu-satunya sepatu Papa yang aku kenal dari kecil hingga dewasa. Paling tidak umurnya sudah lebih dari 10 tahun. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin sepatu itu begitu awet, tidak rusak termakan usia. Padahal sepatu sekolahku pun ganti setiap 1 – 2 tahun, demikian juga sepatu kerjaku saat ini.

Apa yang ada dibenak Anda membayangkan sepatu Papaku itu ? Barangkali sepatu itu adalah sepatu kulit yang mahal ? Sayang akupun tidak mengingat apa merk-nya, apalagi untuk bertanya berapa harganya. Atau barangkali karena Papa yang merawatnya dengan baik, sehingga menjadi sangat awet ? Relatif juga kan?

Entah mengapa tiba-tiba aku teringat sepatu itu. Paling tidak karena sekali-sekali aku pernah meminjamnya untuk acara khusus seperti waktu acara perpisahan di sekolah SMP, kebetulan kami boleh berpakaian bebas dan bercelana panjang. Tentu tampak lebih gagah dengan sepatu kulit itu dibandingkan dengan sepatu kets yang sehari-hari untuk sekolah. Setelah aku ingat-ingat, ternyata ada satu hal yang membuat segalanya menjadi masuk akal, kenapa sepatu itu begitu awet, hingga berumur lebih dari 10 tahun. Yah tentu saja, karena Papa sangat jarang memakainya. Papaku bukan orang kantoran, dia seorang pedagang yang kerjanya sehari-hari diam di toko melayani pelanggan. Dalam kesehariannya dia lebih suka memakai sandal saja. Sepatu itu selalu tersemir mengkilap dan tersimpan rapi di lemari dan hanya terpakai pada waktu kami harus menghadiri undangan pesta pernikahan. Tentu saja sepatu itu awet, karena dalam setahun pun kita dapat menghitung berapa kali dia dipakai.

Cerita tentang sepatu Papa itu menyadarkanku tentang hal ini :

Bahwa sekalipun kita memiliki informasi namun tidak menggunakannya dengan tepat, dapat mengantarkan kita pada keputusan yang salah. Seringkali orang salah memutuskan bukan karena tidak memiliki informasi, namun karena perspektif yang salah terhadap informasi yang kita miliki. Bukankah demikian ? Aku terlalu mengagumi “sepatu ajaib Papa” karena membandingkaknya dengan sepatu sekolahku atau sepatu kerjaku, dengan melupakan fakta bahwa seharusnya dari dulu aku tahu bedanya : sepatuku dipakai setiap hari, sepatu kulit Papa sangat jarang dipakai. Jadi, keajaiban itu bukanlah benar-benar keajaiban, hanya ajaib dalam persespiku, karena aku tidak menyadari fakta yang seharusnya dari dulu sudah ada di depanku.

Karena berhubungan dengan persepsi, seringkali membuat kita mengabaikan objektif. Persepsi membentuk mindset, yang cenderung melakukan seleksi terhadap informasi, yaitu hanya menggunakan  informasi yang disukai dan mengabaikan informasi yang tidak disukai. Mindset itu secara tak sadar membentuk asumsi-asumsi yang mengeliminasi informasi-informasi yang tersedia. Memang dengan begitu kita mempercepat pengambilan keputusan, namun kadangkala mengurangi objectivitas. Karena terbawa mindset masa kecil bahwa sepatu Papa itu adalah sepatu kulit yang bagus dan awet, tanpa sadar saya menyeleksi informasi tentang habit/kebiasaan  pemakaiannya, padahal justru informasi itulah yang paling dapat menjelaskan fenomena keajaiban sepatu Papa.

Pada akhirnya hidup ini penuh dengan perubahan, dan karenanya kita pun harus berubah. Persoalan selalu muncul (entah disadari atau tidak) saat mindset kita sudah tidak lagi relevan dengan situasi yang dihadapi karena adanya perubahan. Di era yang semakin dinamis seperti sekarang ini, mindset kita pun harus sama dinamisnya mengikuti perubahan, kalau tidak pemikiran kita menjadi out of date.

Rupanya, sepasang sepatu tua pun dapat membuatku banyak belajar hari ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar