Kamis, 30 Agustus 2012

KASIH YANG SEMPURNA



Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40)

“Kasih yang sempurna telah kutrima dari-Mu, bukan karna kebaikanku, hanya oleh kasih karunia-Mu kau pulihkan, layakkanku tuk dapat memanggil-Mu Bapa...” Demikianlah sepenggal lirik lagu rohani yang sering kita dengar dan kita nyanyikan. Lagu tersebut membicarakan tentang kasih yang istimewa, yaitu kasih yang sempurna, yang karena kebaikan Allah, telah memberikan kasih karunia yang paling berharga, yaitu keselamatan kita yang ditebus-Nya dengan darah Kristus di atas kayu salib. Mengapa kasih itu disebut sempurna ? Karena tiada kasih yang lebih besar dari kasih yang rela memberikan nyawa bagi mereka yang sebenarnya tidak layak dikasihi. Inilah kasih tak bersyarat, yang dipraktekkan oleh Allah sendiri bagi umat yang dikasihi-Nya.

Kasih Allah yang dikaruniakan kepada kita, menjadikan kita anak-Nya. Pada waktu kita mendapatkan kasih karunia itu, kita menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kasih Allah, karena Dia ada di dalam kita. Kasih Allah bukanlah sekedar apa yang dilakukan oleh Allah, namun kasih adalah hakikat adalah Allah sendiri. Karena itulah, Tuhan Yesus menyatakan bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (Mat 22:37-40) adalah rangkuman dari seluruh hukum Taurat dan kisah para nabi. Ketaatan kepada hukum Allah seharusnya didasarkan pada karakter “kasih” yang merupakan cerminan Allah yang tinggal di dalam kita, bukan lagi ketaatan yang didasarkan pada perasaan takut dan keterikatan pada hukum itu sendiri. Allah yang adalah kasih tinggal di dalam kita, dan kita mencermikan keillahian-Nya dengan mengasihi. Kasih yang adalah hakikat Allah seharusnya menjadi karakter kita umat-Nya. Inilah inti dari keserupaan dengan Kristus, di mana Kristus yang harus semakin bertambah mewarnai karakter kita, dan kita yang harus semakin berkurang, yaitu ego kita.

Sebagai umat yang berkarakter Kristus, kita meneladani dan menuju kesempurnaan Kristus. Karena itu, kita memegang hukum kasih sebagai dasar pertumbuhan karakter kita. Melalui kasih kepada Allah dengan segenap hati, pikiran dan akal budi, kita menempatkan Allah sebagai satu-satunya sesembahan kita, dan dengan mengasihi sesama, tentu dengan sendirinya tidak akan melakukan apa yang dilarang oleh Allah. Saat kita hidup didalam terang kasih yang sempurna itu, hidup dan karakter kita pun boleh semakin disempurnakan.

Berbicara tentang “Kekristenan” artinya kita sedang berbicara tentang kasih, karena menjadi Kristen bukanlah tentang beragama, namun hidup berkarakter Kristus, yaitu KASIH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar