Kamis, 16 Agustus 2012

Welcome Mudikers

Mudik = kembali ke udik. Mudik atau pulang ke kampung halaman secara Nasional terjadi setiap tahun di hari menjelang Perayaan Idul Fitri, seperti yang sedang kita lihat minggu ini. Berita TV bahkan setiap hari mempersiapkan segmen khusus reportasi mudik, karena memang inilah “hajatan nasional” yang luar biasa besarnya. Mudik di hari raya Idul Fitri memiliki arti yang khusus di hati para perantau. Kembali ke kampung halaman adalah saat yang indah untuk bersama-sama merayakan hari raya Idul Fitri, mempererat tali silaturahmi dengan seluruh anggota keluarga, kawan dan tetangga di kampung.
Berbicara tentang mudik di hari-hari ini, sudah mulai terpajang status di wall FB warga Jakarta, yang merasakan betapa lengangnya Jakarta ditinggal oleh para pemudik. Hal ini menunjukkan besarnya jumlah pemudik dari Jakarta saja. Karenanya, walaupun negeri ini sudah berpengalaman puluhan tahun menjalankan manajemen mudik, tetap saja kuwalahan mengatasi kemacetan di jalan, bejubelnya penumpang kendaraan umum, baik itu di jalur darat, laut maupun udara.
Bagi kami yang dari sononya sudah tinggal di udik (=tujuan mudik), fenomena sebaliknya lah yang terjadi. Minggu ini sudah mulai terasa peningkatan jumlah kendaraan di jalan-jalan kota Solo. Mall menjadi lebih ramai dari biasanya, wisata kuliner malam hari yang semakin hidup, dan tidak hanya didominasi warga setempat, tapi juga kendaraan dengan plat nomor luar kota.
Mudik adalah adalah fenomena multidimensional yang menarik untuk diperhatikan
Dimensi ekonomi dari mudik, adalah potret dari Jakarta, kota besar lain di Indonesia sebagai pusat konsentrasi kegiatan perekonomian, sehingga menyedot orang-orang di daerah untuk mengadu nasib, mengais rejeki di kota-kota besar. Di satu sisi terlihat positif bahwa area perkotaan yang bertumpu pada sektor industri, perdagangan dan jasa masih mampu menyerap tenaga kerja. Namun ada sisi lain, di negara yang bercorak agraris seperti Indonesia, belum diikuti pertumbuhan dan kemajuan yang tinggi di sektor pertanian, yang terindikasi masih banyaknya orang yang lebih memilih mengadu nasib di kota besar daripada mengolah tanah pertanian di desa. Pada hari-hari mudik seperti inilah, fenomena redistribusi pendapatan melonjak tinggi. Uang dari Jakarta dan kota besar tiba-tiba mengalir deras ke daerah. Para pemudik pulang dengan membawa hasil jerih payahnya di kota dan dibelanjakan di daerah asal. Selain keluarga, uang kota besar itu akan menjadi rejeki masyarakat setempat.
Dimensi sosial dari mudik, menyangkut masih tingginya ikatan tali silaturahmi yang kental, dari masyarakat Indonesia dengan daerah asal. Hal ini menunjukkan masih tingginya nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan baik dalam lingkup keluarga inti, keluarga besar maupun sebagai masyarakat. Apalagi kemajuan teknologi dan munculnya banyak social media yang membuat ikatan kekeluargaan dapat berlangsung walaupun saling berjauhan, memunculkan fenomena baru yaitu maraknya kegiatan reuni, entah itu reuni SD, SMP, SMA, atau kelompok-kelompok sosial lainnya.
Dimensi budaya dari mudik, telah menyatukan dimensi religius Idul Fitri dengan fenomena mudik itu sendiri. Perayaan Idul Fitri menjadi identik dengan mudik walaupun sesungguhnya hakekat mudik itu bisa kapan saja. Moment menyucikan hati kembali ke fitrah, mengingatkan orang untuk  mengingat dan kembali menyatu dengan asal-usulnya.
Selamat datang kembali ke rumah, para pemudik. Selamat Idul Fitri bagi para sahabat yang merayakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar