Jumat, 01 Juni 2012

Marketer Itu Bernama Lady Gaga


Nama Lady Gaga menjadi hits di media-media Indonesia belakangan ini, berkaitan dengan kontroversi yang terjadi akibat rencana konser Lady Gaga di Indonesia. Penampilan, lirik lagu yang kontroversial dan benturan antara nilai yang diusung Lady Gaga dengan nilai yang kita anut menjadikan perdebatan, pro kontra semakin ramai. Menyertai pro dan kontra itu, video klip, hidup dan jenjang karier Lady Gaga menjadi tayangan wajib station TV di Indonesia. Luar biasa. Sesuatu yang sangat mahal kalau itu semua harus dibeli dengan uang, tapi Lady Gaga dapat memperolehnya dengan gratis. Dampaknya pun luar biasa : si penyanyi pop ini semakin dikenal luas di Indonesia. Apakah nanti akan mendongkrak penjualan CD nya ?

Kalau dipikir-pikir, Lady Gaga ini adalah kasua pemasaran yang unik. Seorang penyanyi pop yang masih muda, yang masuk ke industri musik dengan penampilannya yang aneh, dan laris manis, menghasilkan grammy award baginya. Padahal kalau dinilai sebagai penyanyi, suara Lady Gaga juga ngga istimewa amat, jauh kalau dibandingkan dengan Celine Dion misalnya. Wajahnya juga biasa, tidak cantik. Jadi apa dong yang bikin dia laku? Sepertinya karena dia itu unik, beda, aneh, kontroversial. Tapi justru point of difference inilah yang menjadikan Lady Gaga eksis, beda. Gaga juga ngerti banget dengan segmentasi, sehingga dia mengabaikan orang tua dan kaum religius agamis. Gaga menawarkan dirinya sebagai icon baru “mother monster” yang menyasar anak2 remaja yang labil emosi, mencari identitas diri, dengan mewadahi mereka dalam komunitas Little Monster. Gaga tidak peduli dengan kecaman yang dialamatkan padanya, dan justru mendiamkan kontroversi yg terjadi karena itu justru menjadi viral marketing yang sukses untuk dirinya.

Gaga memang gagal konser di Indonesia, tapi namanya justru semakin berkibar. Ditolak bukannya balik mengecam tapi dengan kalem membatalkan konsernya dengan alasan demi keamanan para Little Monster nya di Indonesia. Bukankah ini PR yang cerdik? Akhirnya monster-monster kecil berduit pada terbang ke Singapore untuk nonton Gaga di sana.
Lady Gaga adalah produk budaya pop yang sungguh mengerti marketing, yaitu bagaimana menempatkan dirinya yang biasa menjadi istimewa, genuine. Segmentasi - Targeting - Positioning yang tepat sasaran, content yang genuine, dan konteksual, walaupun disusun dengan cara yang radikal, liberal dan bagi sebagian orang membawa genre budaya pop yang kita membuat risih dan menyebalkan.

Pertanyaannya apakah pendekatan yang kontroversial ini akan bertahan lama? Tampaknya memang sangat beresiko, karena memainkan citra yang spesifik sekaligus negatif dan kontroversial. Namun itu dalam konteks kita di Indonesia. Di Amerika sana kelihatannya tidak, karena kultur mereka yang lwbih longgar menerima perbedaan, bahkan untuk hal yang aneh dan dirasakan menciderai iman disebagian kalangan, baik itu kaum muslim maupun kristiani.
Pada akhirnya itulah dampak globalisasi, dimana batas semakin tipis, budaya lokal berhadapan dengan budaya global yang berkiblat ke barat. Sebagai konsumen, kita pun seharusnya cerdas dalam memilih produk. Marketing menawarkan impian, tapi kita membayar dengan uang yang nyata, menikmati dengan indera yang nyata, merasakan dampaknya dengan nyata pula. Akhirnya itu semua berguna atau sia-sia berpulang pada kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar