“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari
ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun.(Ulangan 6:6-7).
Ada pepatah yang mengatakan, like father,
like son. Atau dalam bahasa Indonesia seringkali dibahasakan sebagai buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya. Pepatah ini mengingatkan kita bahwa keluarga, menjadi
pusat didikan, pusat tumbuhkembang anak. Kalau mau tahu bagaimana orang tuanya,
cukuplah kita melihat anaknya. Ini bukan sekedar wajah anak yang selalu bisa menjadi prediksi wajah orang
tuanya. Bagaimana anak bersikap, seringkali mencerminkan bagaimana anak diajar
dan diperlakukan dirumah. Perhatikan kutipan puisi Dorothy Law Nolte, PhD yang
berjudul “Children Learn What They Live” sebagai berikut :
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah
diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali
diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan
diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia belajar percaya
diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia
belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyenangi
diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajarmenemukan cinta
Ironisnya, saat anak-anak kita membuat
kita terkaget-kaget dengan kenakalannya, atau perilaku lain yang kurang
berkenan, justru banyak orang tua mempertanyakan apa yang terjadi dengan
sekolah ? Apa yang terjadi dengan dunia pendidikan ? Mengapa guru sekolah
Minggu tidak membangun iman anakku dengan baik ? Orang tua dengan berbagai kesibukannya
barangkali merasa sudah cukup membesarkan anak dengan uang. Namun, jangan salah
bahwa bisa membeli sekolah terbaik bukan berarti dapat membeli karakter
terbaik.
Membangun karakter anak dimulai dari
rumah. Children learn what they live. Anak belajar dari apa yang dialaminya
sehari-hari. Orang tua, keluarga adalah pembentuk karakter anak-anak. Suasana,
didikan dan apa yang mereka terima dan lihat di rumah, menjadi nilai kebenaran
dimata anak-anak yang polos. Dengan demikian, apa yang dibentuk di dalam rumah,
seharusnya menjadi tempat untuk menanamkan kebenaran Firman, yang dapat menjadi
kekuatan bagi anak-anak kita untuk melawan dunia.
Apa yang kita baca dari kitab Ulangan 6, menjadi pelajaran berharga,
bagaimana pembentukan karakter anak yang cinta Tuhan dibentuk dari keluarga.
Apa yang Tuhan telah ajarkan, perintahkan dan kehendaki, hendaklah itu pula
yang selalu diajarkan kepada anak. Dikatakan bahwa “haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila
engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau
berbaring dan apabila engkau bangun.” Hal ini berarti setiap waktu dalam
kehidupan kita, Firman Tuhan itu haruslah diberitakan, diajarkan, diamalkan
dalam segala perkara dalam kehidupan keluarga. Betapa dahsyatnya bila setiap
keluarga sejak dini selalu menanamkan benih Firman Tuhan di dalam hati setiap
anaknya, supaya anak-anak kita menjadi generasi yang sejak dini mengenal Tuhan,
dan rindu untuk memuliakan nama Tuhan.
Marilah kita sebagai orang tua mulai
belajar hidup menjadi kitab terbuka untuk dibaca anak-anak kita !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar