Kamis, 07 Juni 2012

KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN FIRMAN TUHAN



“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.(Ulangan 6:6-7).

Ada pepatah yang mengatakan, like father, like son. Atau dalam bahasa Indonesia seringkali dibahasakan sebagai buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah ini mengingatkan kita bahwa keluarga, menjadi pusat didikan, pusat tumbuhkembang anak. Kalau mau tahu bagaimana orang tuanya, cukuplah kita melihat anaknya. Ini bukan sekedar wajah  anak yang selalu bisa menjadi prediksi wajah orang tuanya. Bagaimana anak bersikap, seringkali mencerminkan bagaimana anak diajar dan diperlakukan dirumah. Perhatikan kutipan puisi Dorothy Law Nolte, PhD yang berjudul “Children Learn What They Live” sebagai berikut  :

Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajarmenemukan cinta

Ironisnya, saat anak-anak kita membuat kita terkaget-kaget dengan kenakalannya, atau perilaku lain yang kurang berkenan, justru banyak orang tua mempertanyakan apa yang terjadi dengan sekolah ? Apa yang terjadi dengan dunia pendidikan ? Mengapa guru sekolah Minggu tidak membangun iman anakku dengan baik ?  Orang tua dengan berbagai kesibukannya barangkali merasa sudah cukup membesarkan anak dengan uang. Namun, jangan salah bahwa bisa membeli sekolah terbaik bukan berarti dapat membeli karakter terbaik.

Membangun karakter anak dimulai dari rumah. Children learn what they live. Anak belajar dari apa yang dialaminya sehari-hari. Orang tua, keluarga adalah pembentuk karakter anak-anak. Suasana, didikan dan apa yang mereka terima dan lihat di rumah, menjadi nilai kebenaran dimata anak-anak yang polos. Dengan demikian, apa yang dibentuk di dalam rumah, seharusnya menjadi tempat untuk menanamkan kebenaran Firman, yang dapat menjadi kekuatan bagi anak-anak kita untuk melawan dunia.

Apa yang kita baca dari  kitab Ulangan 6, menjadi pelajaran berharga, bagaimana pembentukan karakter anak yang cinta Tuhan dibentuk dari keluarga. Apa yang Tuhan telah ajarkan, perintahkan dan kehendaki, hendaklah itu pula yang selalu diajarkan kepada anak. Dikatakan bahwa “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Hal ini berarti setiap waktu dalam kehidupan kita, Firman Tuhan itu haruslah diberitakan, diajarkan, diamalkan dalam segala perkara dalam kehidupan keluarga. Betapa dahsyatnya bila setiap keluarga sejak dini selalu menanamkan benih Firman Tuhan di dalam hati setiap anaknya, supaya anak-anak kita menjadi generasi yang sejak dini mengenal Tuhan, dan rindu untuk memuliakan nama Tuhan.

Marilah kita sebagai orang tua mulai belajar hidup menjadi kitab terbuka untuk dibaca anak-anak kita  !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar